Jumat, 13 April 2012

GURU MENYENANGKAN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pendidikan nasional kita, diakui atau tidak, masih berorientasi kepada pedagogy of the oppressed, artinya cara mengajar yang berorientasi kepada penekanan. Seorang anak ditekan harus memahami pelajaran tertentu, dan mendapatkan nilai nilai tertentu. Jika tidak mencapai batas minimal nilai yang telah ditentukan, sanksinya anak tidak lulus atau tidak naik kelas. Orientasi tersebut di atas tidaklah keliru seluruhnya. Namun demikian, alangkah bijaknya apabila sistem pelayanan pendidikan kita beralih orientasi kepada sistem pelayanan pendidikan yang menyenangkan (pedagogy of love). Jika dalam sistem pedagogy of the oppressed guru menuntut siswa atau anak didik untuk aktif belajar, sedangkan dalam sistem pedagogy of love ini, dituntut kedua-duanya. Baik guru maupun siswa harus sama-sama menciptakan situasi belajar dan mengajar yang menyenangkan. Guru tidak hanya bermonolog di depan kelas dan anak didik sebagai pendengar yang pasif. Guru juga dituntut untuk mengembangkan komunikasi interaktif dengan anak, bahkan sejak anak didik menginjakkan kakinya di halaman sekolah sampai anak keluar dari halaman sekolah. Jika seorang guru dapat menciptakan komunikasi interaktif seperti tersebut di atas, kemungkinan besar akan memberikan suasana hati yang menyenangkan anak dan menarik minat anak didik untuk belajar dengan suka cita, tanpa beban keterpaksaan, tanpa rasa takut. Pada akhirnya anak didik dapat mengembangkan penalaran dan kreativitasnya sesuai keinginan hatinya. Untuk mencapai semua itu, profesionalisme guru mutlak diperlukan. Guru dituntut tidak lagi hanya masuk kelas, mengajar sesuai dengan jam pelajaran yang diberikannya, namun lebih dari itu, guru dapat mengajar dan mengarahkan anak untuk mencintai pelajaran dan mengembangkan kepribadiannya. Untuk dapat mencapai guru yang profesional, pengayaan wawasan pengetahuan dan memberdayakan kemampuan sebagai guru harus dilakukan secara terus menerus karena proses belajar tidak akan pernah berhenti hingga akhir hayat kita. Salah satu rendahnya mutu profesionalisme guru adalah banyaknya guru yang berhenti belajar ketika ia menjadi guru. Guru sudah merasa cukup belajar ketika dahulu bersekolah atau kuliah di jurusan keguruan/kependidikan. B. Rumusan Masalah Beradasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimanakah Guru yang profesional itu ? 2. Langkah-langkah apa saja yang diperlukan oleh seorang guru agar dapat menciptakan suasan belajar dan mengajar yang menyenangkan? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : 1. Batasan-batasan profesionalisme guru 2. Cara menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan D. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, yakni penelitian yang menjadi buku, sumber pustaka sebagai bahan referensinya. Adapun metode yang dipakai adalah : 1. Metode Induktif Metode ini menggunakan cara-cara berpikir dari hal-hal yang sifatnya khusus menuju ke hal-hal yang bersifat umum. 2. Metode Deduktif Metode ini menggunakan cara-cara berpikir dari hal-hal yang sifatnya umum menuju ke hal-hal yang bersifat khusus. 3. Metode Korelasi Metode ini menggunakan cara-cara berpikir dengan mencari hubungan (korelasi) antara sesuatu hal dengan yang lainnya. E. Kerangka Berpikir Guru merupakan salah satu komponen utama pendidikan dan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pendidikan. Keberhasilan pendidikan yang maksimal akan diperoleh dunia pendidikan apabila guru sebagai ujung tombak pendidikan memiliki tingkat profesionalisme yang tinggi. Guru yang profesional adalah guru yang dapat menyajikan proses belajar mengajar yang menyenangkan kepada anak didik, sesulit apapun mata pelejaran yang diberikan. Karenanya semua guru dituntut untuk profesional dan dapat menciptakan suasana proses belajar-mengajar yang menyenangkan. BAB II ANALISIS MASALAH A. Profesionalisme Guru Pasal 39 ayat 2 Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 menyebutkan, “Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi” Berdasarkan kutipan dari UU RI No. 20 tahun 2003 tersebut di atas, guru sangat dituntut untuk profesional dalam menjalankan tugasnya sebagai tenaga pendidik. Menurut kamus Oxford for Advanced Leaner’s Dictionary, profesional adalah seseorang yang berkeahlian, memiliki skill, dalam suatu bidang. Mengahadapi tantangan pendidikan yang kompetitif, tuntutan profesianl guru merupakan sesuatu hal yang tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sebab bagaimanapun juga guru merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan. Guru, dalam bidang studi apapun harus memiliki tingkat profesional yang maksimal. B. Hubungan Antara Profesionalisme Guru Dengan Proses Belajar Mengajar Yang Menyenangkan Pasal 40 ayat 2 Undang-undang RI No. 20 tahun 2003 menyebutkan, Pendidik dan tenaga kependidikan berkewajiban : a. mencipatakan suasana pendidikan yang bermakna , menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis. b. mempunyai komitmen secara profesional untuk meningkatkan mutu pendidikan; dan c. memberi teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan kepercayaan yang diberikan kepadanya. Berdasarkan kutifan UU RI No. 20 tahun 2003 tersebut di atas, jelas sekali terdapat korelasi yang erat antara profesional guru dengan menciptakan suasana belajar yang menyenangkan,kreatif, dinamis dan dialogis. Bahkan salah satua ciri guru yang profesional adalah terampil berkomunikasi dengan siswa serta mampu memahami karakteristik siswa. Dari keterampilan komunikasi inilah, pada akhirnya, seorang guru dapat menciptakan situasi belajar yang menyenangkan. Dengan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan inilah, siswa tidak akan merasa tertekan dalam mengikuti pelajarannya. Gurupun merasa senang dalam menjalankan proses mengajarnya, karena komunikasi dua arah berjalan abik antara guru dan siswa. Pada akhirnya sistem pendidikanpun secara tidak langsung akan berubah dari pedagogy of oppressed ke pedagogy of love. Dari belajar yang penuh tekanan kepada belajar yang menyenangkan, penuh cinta kasih. BAB III PEMBAHASAN MASALAH A. Profesionalisme Guru Menurut kamus Oxford for Advanced Leaner’s Dictionary, profesional adalah seseorang yang berkeahlian, memiliki skill, dalam suatu bidang. Jika dihubungkan dengan guru yang profesional, berarti guru yang memiliki skill atau keterampilan dalam melaksanakan tugasnya, yakni mengajar. Dengan dibatasi guru yang profesional berarti seorang guru harus benar-benar dalam menjalankan tugasnya. Tidak semaunya, tidak serampangan, tapi benar-benar mengindahkan kode etik mengajar serta mampu menguasai kelas dan siswa dengan pendekatan yang nantinya benar-benar dapat melahirkan proses belajar-mengajar yang menyenangkan. Masalah utama pekerjaan profesi adalah implikasi dan konsekuensi jabatan terhadap tugas dan tanggung jawabnya. Tinggi rendahnya pengakuan profesionalisme bergantung kepada keahlian dan tingkat pendidikan yang ditempuh. Seseorang yang telah memilih guru sebagai profesinya harus benar-benar profesional di bidangnya. Disamping itu harus emmiliki kecakapan dan kemampuan dalam mengelola interaksi belajar . Dalam mata pelajaran apapun seorang guru mengajar, profesionalisme sangat dibutuhkan, sebab profesionalismenya dapat menentukan keberhasilan proses belajar siswa. 1. Ciri-ciri Guru Profesional Ciri-ciri utama dari seorang guru profesional adalah : 1. Dapat menyampaikan pelajaran dengan efektif dan menyenangkan 2. Antusias dalam melaksanakan tugasnya. Selain ciri-ciri tersebut di atas, seorang guru profesianal harus memiliki ciri-ciri yang lainnya diantaranya : 1. Mampu menguasi bidang-bidang studi 2. Mampu mengelola program belajar-menagajar 3. Mampu mengelola kelas 4. Mampu mengelola dan menggunakan media serta sumber belajar 5. mampu menilai prestasi belajar mengajar 6. Memahami prinsip-prinsip pengelolaan lembaga dan program pendidikan di sekolah 7. Terampil memberikan bimbingan dan bantuan kepada siswa 2. Aspek-aspek yang harus dimiliki Guru Profesional Menurut Agus Ngeramanto dalam bukunya Quantum Quotient, Kecerdasan Quantum, terdapat beberapa aspek yang harus dimiliki oleh seorang guru profesioanl yakni : 1. Keyakinan 2. Mengajar adalah belajar 3. Hidup adalah belajar 4. Kepercayaan dan harga diri Keyakinan Yang dimaksud keyakinan di sini ini adalah keyakinan, bahwa dirinya sanggup dan mampu mengajar sebaik mungkin. Lebih dari itu, seorang guru yang memiliki keyakinan akan mampu mengatasi kesulitan siswa, juga dapat mentrasfer keyakinannnya kepada para siswanya, terutama apabila para siswa menghadapi kesulitan dalam belajarnya. Sebagai contoh, seorang guru ditugaskan untuk mengajarkan pelajaran matematika. Ketika masuk kelas terdapat dua masalah yang dihadapi pertama persepsi siswa terhadap pelajaran matematika dan kemampuan para siswa yang sangat minim. Guru yang profesional akan meyakinkan pada diri sendiri bahwa seminim apapun kemampuan mereka, mereka telah memiliki modal awal yang memadai. Mereka, para siswa, telah memiliki nita belajar matematika. Dengan mencoba meyakinkan para siswa sambil mencari pendekatan yang baik terhadap pelajaran matematika, pada akhirnya guru yang memilki keyakinan akan mampu merubah paradigmanya tentang pelajaran matematika. Mengajar adalah belajar Guru yang meyakini mengajar adalah belajar, merupakan sosok guru yang tidak henti-hentinya belajar serta terus-terusan menggali ilmu pengetahuan dan memperluas wawasannya. Guru yang mengajar adalah guru yangh merasa senang apabila para siswanya banyak bertanya tentang pelajaran yang diajarkannya. Guru yang berkeyakinan mengajar adalah belajar menanggapi pertanyaan sangat cemerlang dengan respon lebih cemerlang. Guru menggali pertanyaan lebih dalam lagi, merumuskan, dan menghubungkan dengan teori yang sudah ada, walaupun belum terjawab. Kecemerlangan siswa diakui dan diungkapkan langsung di depan kelas. Siswa semakin percaya diri untuk mengembangkan pengetahuan. Siswa semakin percaya diri untuk mengembangkan pengetahuan. Selanjutnya guru dapat menawarkan dan merencanakan studi lebih lanjut berkenaan dengan pertanyaan sangat cemerlang. Studi dapat dilakukan bersama-sama antara guru dan siswa. Studi lanjut ini dapat berupa studi pustaka ataupun eksperimen. Sementara guru yang tidak meyakini mengajar adalah belajar akan sangat kesulitan apabila dihadapkan pada pertanyaan yang sangat cemerlang. Ia akan menutupi ketidaktahuannya dengan berlaku tegas atau membatasi kreativitas siswa. Dan, proses pembelajaran berhenti. Hidup adalah belajar Guru yang profesional meyakini bahwa hidup adalah belajar terus menerus menuju kesempurnaan. Belajar bukan hanya bentuk resmi di kelas. Belajar memiliki makna yang luas. Saat di rumah, berbincang-bincang dengan anakpun dapat dimafaatkan sebagai momen belajar. Saat di perjalanan menuju sekolahpun dapat sambil belajar. Hasil keyakinan hidup adalah belajar, seorang guru yang terus menerus belajar tidak akan membosankan para siswa ketika berada di depan kelas. Kriterianya, jika para siswa semakin tertarik dan semakin menyelami kedalaman materi yang disampaikannya, berarti yang menyampaikannya adalah seorang guru profesional. Demikian pula sebaliknya. Kepercayaan dan harga diri Rahasia keberhasilan belajar adalah kepercayaan diri dan harga diri. Kepercayaan diri guru dan siswa. Guru yang berhasil membangun kepercayaan diri pada dirinya sendiri dan para siswa, sudah cukup untuk dipandang sebagai guru yang berhasil. Misalnya, seorang guru sedang membahas soal-soal Ujian Nasional (UN) di depan kelas. Ia menunjukkan sisi menarik dari soal-soal UN tersebut. Ia juga menjelaskan sisi-sisi sulit dari soal-soal UAN tersebut dan caraa mengatasinya. Kenmudian ia memberi beberapa soal latihan yang hampir dipastikan siswa akan berhasil menjawabnya, untuk membangun rasa percaya diri. Ketika siswa telah berhasil menyelesaikan beberaapa soal, terbangunlah rasa percaya diri. Para siswa akhirnya meminta soal tambahan. Bahkan soal yang lebih sulit juga dicoba. Meskipun mereka belum berhasil menyelesaikannya di kelas, mereka membawa persoalan itu sampai ke rumah agar dapat dipelajari lagi atau didiskusikan. B. Hubungan Antara Profesionalisme Guru Dengan Proses Belajar Mengajar Yang Menyenangkan Dalam jenjang pendidikan apapun prestasi siswa dapat diraih apabila siswa atau peserta didik sudah merasakan kesenangan dalam belajar. Guru merasa senang melaksanakan tugasnya mengajar, sementara peserta didik/siswa merasa senang belajar tanpa beban dan tekanan. Inilah yang pada awal makalah ini disebut pedagogy of love. Proses belajar-mengajar yang sarat dengan kesenangan. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana caranya agar guru sebagai pemeran utama dalam dunia pendidikan dapat menciptakan situasi belajar-mengajar yang menyenangkan. Jika peserta belajar/siswa menyukai belajar, ia akan cinta belajar. Jika ia cinta belajar, pastilah ia akan bisa, bukan harus bisa. Kesalahan pertama dari seorang guru adalah ketika mengajar suatu materi pelajaran, seorang guru menjadi seorang diktator yang menekan anak didiknya harus bisa memahami pelajaran yang ia ajarkan. Padahal pendidikan merupakan suatu proses, tidak instant. Artinya mungkin saja ketika di ruangan kelas anak tidak dapat memahaminya, tapi setelah pulang ke rumah anak didik dapat memahaminya. Perasaan suka yang dimiliki anak didik akan mendorong mereka untuk mencari. Sehingga mereka merasa asyik untuk dapat menemukan sesuatu dengan semangat pantang menyerah. Mereka menjadi cerdas karena keterampilan proses yang mereka jalani, bukan kecerdasan yang instant karena tekanan dari guru atau lingkungannya. Terdapat beberapa langkah yang dapat dipergunakan seorang guru agar dapat menciptakan suasana belajar-mengajar yang menyenangkan : 1. Menggunakan rumus 4 M 2. Murah senyum 3. Berkomunikasi efektif 4. Mendengarkan secara aktif 1. Menggunakan Rumus 4 M 4 M kependekan dari Menyenangkan, mengasyikan, mencerdaskan dan menguatkan. Menyenangkan jika dilihat dari aspek pendidikan berhubungan dengan aspek afektif (perasaan). Guru harus berani merubah iklim dari suka ke bisa. Guru harus bersikap ramah, suka tersenyum, berkomunikasi dengan santun dan patut, adil terhadap semua siswa dan sabar. Mengasyikan berhubungan dengan perilaku (learning to do). Guru hendaknya dapat mengundang anak didik pada suatu kegiatan pemebelajaran yang disukai dan menantang sehingga mereka asyik. Untuk itu guru mesti dapat menciptakan kegiatan-kegiatan belajar yang kreatif dan menarik. Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek kognitif melainkan juga terkait dengan kecerdasan beragam (multiple intelligences). Sementara menguatkan terkait dengan aspek proses peralihan 3M sebelumnya. 2. Murah senyum Nampak sepele bila kita mendengar kata senyum. Bahkan seolah-olah tak ada kaitannya dengan proses mengajar seorang guru. Tapi ternyata senyuman seorang guru di depan kelas membawa perubahan terhadap suasana belajar mengajar. Kita sudah dapat membayangkan apa yang akan terjadi jika wajah seorang guru kecut di depan kelas. Dengan senyuman seorang guru merupakan “pintu gerbang selamat datang” bagi anak didiknya untuk dapat melangkahkan kaki memasuki beragam kegiatan yang telah disediakan guru. Anak didik akan merasa senang hati mengikuti berbagaio macam kegiatan yang telah dirancang tanpa merasa tertekan. 3. Berkomunikasi Efektif Seorang guru dikatakan dapat berkomunikasi efektif, apabila selain menuntut para siswa mendengarkannya, juga memiliki kemampuan utnuk dapat mendengar keluahan dan kemauan para siswa atau anak didik. Kekekliruan guru pada saat ini diantaranya miskin waktu dan kesempatan untuk mendengarkan suara atau keluhan para anak didiknya. Dalam melaksanakan komunikasinya, seorang guru harus menghindarkan kata-kata atau perbuatan yang dapat mematikan atau menciutkan aktifitas dan kreatifitas anak didik. Seorang guru yang profesional akan selalu meningkatkan keterampilan berkomunikasinya. Komunikasi yang baik dan terarah dari seorang guru akan menghantarkan anak didiknya kepada keberhasilan proses pendidikannya. Demikian pula sebaliknya. 4. Mendengarkan secara aktif Banyak guru yang sudah dapat berbicara dengan baik di depan kelas, dapat menyampaikan pelajarannya dengan baik, namun ia belum menjadi pendengar yang baik terhadap keluhan para anak didiknya. Mendengar aktif bukanlah suatu kegiatan pasif. Mendengarkan aktif merupakan suatu proses aktif ysng membuituhkan konsentrasi dan kemampuan memahami yang tinggi. Sebagai ilustrasi adalah saat kita melakukan komunikasi lewat telepon. Mnedengar aktif merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki guru agar dapat memperlancar komunikasi dengan anak didiknya, terutama bagi anak didik yang tengah menghadapi masalah. Untuk itu diperlukan proses pemahaman empati yang berusaha menangkap esensi yang sebenarnya ingin dikemukakan anak. Mendengar aktif berarti benar-benar aktif dan tidak sepintas saja menangkap kata-kata yang keluar dari mulut anak yang sedang menghadapi masalah. Dengan demikian, saat mendengar aktif yang diharapkan adalah sebagai berikut : a. Berkonsentrasi pada anak didik dan masalahnya b. Membuka diri dengan sikap menerima setiap keluhan anak didik, melalui sikap yang hangat dan terbuka c. Berusaha memberi komentar sesuai dengan apa yang dirasakan. Dipikirkan, dan apa yang diucapkan anak didik Selain dengan beberapa aspek yang telah disebut di atas, ada beberapa hal yang harus diperhatikan guru profesional agar dapat menciptakan suasana mengajar yang menyenangkan, diantaranya adalah pemberian motivasi belajar kepada anak didik. Mengingat pentingnya motivasi dalam belajar, maka guru yang profesional harus membangkitkan motivasi siswa, terutama motivasi dari dalam diri siswa itu itu sendiri (motivasi instrinsik). Cara pemebrian motivasi ini dapat dilakukan dengan antara lain : 1. Memberikan penjelasan yang rinci tentang mata pelajaran yang diajarkan 2. Menggunakan prosedur mengajar yang sesuai 3. Menyajikan pelajaran dengan cara yang disenangi anak didik 4. Menjaga disiplin baik, di dalam maupun di luar kelas 5. Memberikan hasil evaluasi belajar siswa dalam waktu yang secepat mungkin. Secerdas apapun keadaan siswa, pribadi dan ilmu pengetahuannya takkan berkembang, tanpa bimbingan seorang guru. Guru yang profesional dengan metode menagjar yang menyenangkan akan dapat mengarahkan dan meningkatkan daya kemampuan anak didiknya. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian tersebut di atas, dapat penulis simpulkan beberapa pokok permasalahn sebagai berikut : 1. Profesionalisme guru sangat diperlukan dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Profesionalisme guru yang maksimal merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya tingkat kualitas pendidikan anak didik. 2. Guru yang profesional adalah guru yang mampu menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan. Ia berani berimprovisasi dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar. Ia juga mampu memberikan motivasi kepada anak didiknya. Juga mampu mmecahkan permasalah yang sedang dihadapi anak didiknya. B. Saran Karena betapa pentingnya, profesionalisme seorang guru dan suasana belajar yang menyenangkan bagi anak didik, maka guru harus selalu berusaha meningkatkan wawasan keilmuannya baik yang berhubungan dengan dunia mengajar maupun yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan pada umumnya., DAFTAR PUSTAKA Agus Nggeramanto (2001), Quantum Quotient Kecerdasan Quantum, Bandung, Nuansa. Bobbi De Porter & Mike Hernacki (2003), Quantum Learning, Bandung, Kaifa. Dewi Utama Faizah (2004), Belajar Mengajar Yang Menyenangkan, Solo, Tiga Serangkai. Gordon Dryden (2000), Revolusi Cara Belajar, Bandung, Kaifa. Hernowo (2004), Quantum Writing, Bandung, MLC Mizan. Jalaludin Rahmat, Drs, Msc (1993), Psikologi Komunikasi, Bandung, Rosda Karya. PROFESIONALISME GURU DAN PROSES BELAJAR MENGAJAR YANG MENYENANGKAN MAKALAH Penyusun : ABDUL WAHID MUSHOFA, S.Ag, M.Pd NIP. 150 267 199 PENGAWAS PAI SLTP/SLTA DEPARTEMEN AGAMA KANTOR KABUPATEN GARUT 2009 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena berkat ridlo dan inayah-Nya dapat menyelesaikan penelitian dengan judul: “Profesionalisme Guru Dan Proses Belajar Mengajar Yang Menyenangkan “. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini. Mudah-mudahan amal baik saudara diterima Alloh SWT. Amiin. Pada penelitian ini penulis menyampaikan ulasan singkat mengenai “Bagaimanakah Guru yang profesional itu ? langkah-langkah apa saja yang diperlukan oleh seorang guru agar dapat menciptakan suasan belajar dan mengajar yang menyenangkan? . Namun demikian penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan penelitian ini. Untuk itu saran dan kriktik yang membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Tak lupa penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya makalah ini. Penulis, ABSTRAK Abdul Wahid Mushofa,S.Ag (2009) NIP. 150267199 : “Profesionalisme Guru Dan Proses Belajar Mengajar Yang Menyenangkan” Sistem pendidikan nasional kita, diakui atau tidak, masih berorientasi kepada pedagogy of the oppressed, artinya cara mengajar yang berorientasi kepada penekanan. Seorang anak ditekan harus memahami pelajaran tertentu, dan mendapatkan nilai nilai tertentu. Jika tidak mencapai batas minimal nilai yang telah ditentukan, sanksinya anak tidak lulus atau tidak naik kelas. Orientasi tersebut di atas tidaklah keliru seluruhnya. Namun demikian, alangkah bijaknya apabila sistem pelayanan pendidikan kita beralih orientasi kepada sistem pelayanan pendidikan yang menyenangkan (pedagogy of love). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) Batasan-batasan profesionalisme guru, dan 2) Bagaimana cara menciptakan suasana belajar mengajar yang menyenangkan. Aspek yang harus dimiliki oleh seorang guru profesioanl yakni : 1) Keyakinan, 2) Mengajar adalah belajar, 3) Hidup adalah belajar, 4) Kepercayaan dan harga diri. Sedangkan langkah yang dapat dipergunakan seorang guru agar dapat menciptakan suasana belajar-mengajar yang menyenangkan : 1) Menggunakan rumus 4 M (Menyenangkan, mengasyikan, mencerdaskan dan menguatkan), 2) Murah senyum, 3) Berkomunikasi efektif, 4) Mendengarkan secara aktif Oleh karena itu salah satua ciri guru yang profesional adalah terampil berkomunikasi dengan siswa serta mampu memahami karakteristik siswa. Dari keterampilan komunikasi inilah, pada akhirnya, seorang guru dapat menciptakan situasi belajar yang menyenangkan. Dengan menciptakan situasi belajar yang menyenangkan inilah, siswa tidak akan merasa tertekan dalam mengikuti pelajarannya. Gurupun merasa senang dalam menjalankan proses mengajarnya, karena komunikasi dua arah berjalan baik antara guru dan siswa. Pada akhirnya sistem pendidikanpun secara tidak langsung akan berubah dari pedagogy of oppressed ke pedagogy of love. Dari belajar yang penuh tekanan kepada belajar yang menyenangkan, penuh cinta kasih.. DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ABSTRAK ………………………………………………………………… i KATA PENGANTAR ……………………………………………………… ii DAFTAR ISI ………………………………………………………………. iii BAB I PENDAHULUAN …………………………………………. 1 A. Latar Belakang ……………………………………….. 1 B. Rumusan Masalah …………………………………….. 2 C. Tujuan Penelitian ……………………………………… 3 D. Metode Penelitian …………………………………….. 3 E. Kerangka Berpikir …………………………………….. 3 BAB II ANALISIS MASALAH……………………………………. 5 A. Profesionalisme Guru ……………..……………………. 3 B. Hubungan Antara Profesionalisme Guru Dengan Proses Belajar Mengajar Yang Menyenangkan …………………………………… 6 BAB III PEMBAHASAN MASALAH ………………..……………. 8 A. Profesionalisme Guru …………………………………… 8 C. Hubungan Antara Profesionalisme Guru Dengan Proses Belajar Mengajar B. Yang Menyenangkan …………………………………… 13 BAB IV PENUTUP ………………………………………………….. 19 A. Kesimpulan ……………………………………………. 19 B. Saran …………………………………………………… 19 DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 20

UN MA 2012

Seluruh Madrasah Aliyah Kabupaten Garut siap mewujudkan pelaksanaan UN 2012 yang JUJUR DAN BERPRESTASI"